
Bawaslu Periksa 12 Orang Kasus Dugaan Politik Uang PSU Serang
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Serang melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang saksi terkait dugaan praktik politik uang dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang berlangsung pada April 2025.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari proses penelusuran dan penegakan hukum pemilu, setelah adanya laporan dan temuan dugaan pelanggaran yang terjadi di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah tersebut.
Kasus ini mencuat setelah beberapa warga dan pengawas pemilu di tingkat kelurahan melaporkan adanya aktivitas yang mengarah pada pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih menjelang pelaksanaan PSU.
Dugaan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Bawaslu melalui penelusuran langsung di lapangan dan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang dianggap mengetahui atau terlibat dalam aktivitas tersebut.

Bawaslu Periksa 12 Orang Kasus Dugaan Politik Uang PSU Serang
Pemungutan Suara Ulang di Kabupaten Serang dilaksanakan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyusul
sengketa hasil Pemilu Legislatif 2024 yang diajukan oleh salah satu peserta pemilu. MK memerintahkan pelaksanaan PSU di sejumlah TPS karena ditemukan pelanggaran administratif yang berpotensi memengaruhi hasil akhir.
Seiring dengan pelaksanaan PSU tersebut, muncul laporan dari masyarakat yang mencurigai adanya praktik politik
uang yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk mempengaruhi preferensi pemilih. Informasi ini kemudian dikumpulkan oleh jajaran Bawaslu Serang dan dilanjutkan dengan langkah klarifikasi serta investigasi terhadap beberapa saksi.
Dalam proses klarifikasi awal, diketahui bahwa beberapa warga menerima sejumlah uang tunai dengan nominal
yang bervariasi, berkisar antara Rp50.000 hingga Rp150.000, menjelang hari pencoblosan ulang.
Selain uang tunai, dilaporkan pula adanya pembagian sembako, kupon belanja, dan janji-janji bantuan sosial yang disebut-sebut berasal dari tim sukses salah satu calon anggota legislatif.
Pemeriksaan Intensif terhadap 12 Orang
Ketua Bawaslu Kabupaten Serang, Nur Azizah, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa sebanyak 12 orang telah diperiksa oleh pihaknya. Mereka terdiri dari pemilih, saksi partai, petugas lapangan, dan pihak yang diduga sebagai pemberi serta perantara pemberian uang.
“Pemeriksaan dilakukan sebagai bagian dari upaya kami menindaklanjuti laporan masyarakat dan menegakkan prinsip pemilu yang bersih dan adil.
Dari hasil pengawasan kami, ada indikasi kuat terjadinya praktik politik uang menjelang pelaksanaan PSU,” ujar Nur Azizah.
Ia menambahkan bahwa proses pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan objektif, dengan memastikan semua pihak diberi
kesempatan untuk memberikan klarifikasi. Bawaslu juga melibatkan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu), yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan, untuk memproses dugaan pelanggaran tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Potensi Jeratan Hukum bagi Pelaku
Apabila terbukti adanya praktik politik uang, para pelaku dapat dijerat dengan sanksi pidana pemilu sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 523 ayat (1) sampai (3) disebutkan bahwa
setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih dapat dikenakan pidana penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp48 juta.
Bawaslu menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap praktik politik uang merupakan bagian penting dari upaya menciptakan pemilu yang bersih. Selain merusak integritas demokrasi, politik uang juga menciptakan ketimpangan dan memperburuk kualitas wakil rakyat yang terpilih.
Baca juga: Pemecahan vs Pemisahan Sertifikat Tanah: Apa Saja yang Membedakan?
“Kami tidak akan mentolerir segala bentuk pelanggaran yang mencederai prinsip demokrasi, termasuk politik uang.
Kami ingin memastikan bahwa PSU ini berjalan secara adil dan tidak diintervensi oleh praktik-praktik transaksional,” kata Nur Azizah.
Respons Publik dan Dukungan Masyarakat
Kasus dugaan politik uang dalam PSU Serang menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Sebagian besar warga menyatakan dukungannya terhadap langkah Bawaslu dalam mengusut kasus tersebut. Banyak yang berharap agar proses hukum berjalan hingga tuntas dan memberikan efek jera bagi pelaku maupun partai politik yang terlibat.
Rohman (45), warga Kecamatan Tirtayasa, mengatakan bahwa praktik politik uang sudah menjadi rahasia umum dalam setiap pemilu. Ia mengapresiasi langkah Bawaslu yang mulai berani menindak dan membongkar praktik tersebut.
“Kalau tidak dibongkar dan ditindak tegas, nanti pemilu hanya jadi ajang jual beli suara. Yang punya uang menang, yang tidak punya, walaupun baik, kalah,” ujarnya.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemantauan pemilu juga menyatakan siap membantu Bawaslu
dalam mengawasi proses PSU dan pengumpulan bukti. Salah satu LSM, Komite Pemilu Bersih (KPB)
bahkan mendorong agar kasus ini tidak berhenti di tingkat kabupaten, tetapi ditelusuri sampai ke struktur partai dan jaringan yang lebih luas.
Peran Sentra Gakkumdu dalam Menangani Kasus
Kasus dugaan politik uang di Serang kini berada di bawah penanganan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu)
yang merupakan wadah koordinasi antara Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Gakkumdu bertugas untuk memproses laporan pelanggaran pidana pemilu, termasuk mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan menyiapkan berkas perkara jika ditemukan cukup bukti pelanggaran.
Kepala Kepolisian Resor Serang, AKBP Rudi Prasetya, menyatakan bahwa pihaknya siap memberikan dukungan penuh dalam penegakan hukum pemilu.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk jika pelanggaran dilakukan oleh tim sukses atau tokoh politik.
“Kami komit untuk menjaga netralitas dan profesionalisme. Penegakan hukum tidak pandang bulu,” ujarnya.
Langkah Pencegahan Politik Uang ke Depan
Untuk mencegah berulangnya praktik politik uang, Bawaslu dan KPU Kabupaten
Serang gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya politik uang. Kampanye melalui media sosial, baliho, dan kegiatan tatap muka dilakukan untuk menanamkan kesadaran bahwa suara rakyat tidak boleh ditukar dengan uang atau materi.
Selain itu, Bawaslu juga meningkatkan kapasitas pengawas di tingkat kecamatan dan kelurahan agar lebih
tanggap dan berani mengambil tindakan jika menemukan indikasi pelanggaran.
“Pengawasan berbasis partisipatif akan menjadi kunci dalam menghadapi praktik-praktik manipulatif dalam pemilu. Kami berharap masyarakat bisa menjadi mata dan telinga demokrasi,” kata Nur Azizah.
Penutup
Kasus pemeriksaan 12 orang terkait dugaan politik uang dalam Pemungutan Suara Ulang di Serang
menjadi cerminan tantangan besar yang masih dihadapi demokrasi Indonesia.
Meski sistem pemilu telah diatur dengan detail dan diawasi oleh lembaga resmi, praktik-praktik yang merusak nilai-nilai demokrasi seperti politik uang masih kerap terjadi.
Diperlukan sinergi antara penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, peserta pemilu, dan masyarakat untuk menegakkan integritas proses demokrasi.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum pembelajaran dan peringatan bahwa demokrasi
harus dijaga dari upaya-upaya yang memperdagangkan suara rakyat demi kepentingan sesaat.