
Jumlah Gugatan atas Revisi UU TNI di MK Naik Jadi 8 Kasus
Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) baru-baru ini menimbulkan polemik luas di masyarakat. Perubahan beberapa pasal yang dianggap memperluas peran militer dalam ranah sipil dan memperpanjang usia pensiun prajurit memicu kekhawatiran tentang potensi ketimpangan dalam tatanan demokrasi sipil.
Sejumlah pihak, mulai dari akademisi, aktivis hak asasi manusia, hingga organisasi masyarakat sipil, menilai bahwa revisi tersebut dapat melemahkan prinsip supremasi sipil dan membuka ruang bagi militerisasi di berbagai sektor kehidupan.

Gugatan Bertambah di Mahkamah Konstitusi
Hingga akhir April 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima delapan perkara gugatan uji materi terhadap revisi UU TNI. Jumlah ini terus bertambah seiring dengan meluasnya keresahan di kalangan masyarakat dan lembaga hukum.
Menurut catatan resmi MK, pengajuan gugatan berasal dari beragam latar belakang, mulai dari individu warga negara, kelompok advokasi hukum, hingga koalisi organisasi masyarakat sipil.
Pokok-Pokok Permasalahan yang Digugat
Gugatan-gugatan yang masuk umumnya mempersoalkan beberapa hal utama, antara lain:
- Perluasan Tugas Militer di Ranah Sipil: Beberapa pasal yang direvisi dinilai membuka peluang bagi TNI untuk terlibat lebih luas di sektor sipil tanpa batasan yang jelas.
- Perpanjangan Usia Pensiun: Kenaikan usia pensiun dianggap berpotensi memperlambat regenerasi di tubuh TNI dan berdampak pada dinamika organisasi.
- Kurangnya Mekanisme Pengawasan: Tidak adanya mekanisme kontrol dan akuntabilitas yang memadai terhadap peran baru TNI di ranah sipil.
Pihak-Pihak yang Mengajukan Gugatan
Sejumlah nama besar tercatat dalam daftar penggugat, di antaranya:
- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
- Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI)
- Akademisi dari berbagai universitas ternama
- Sejumlah aktivis individu yang fokus pada isu HAM dan demokrasi
Para penggugat umumnya meminta MK untuk membatalkan beberapa pasal hasil revisi atau bahkan membatalkan keseluruhan revisi UU TNI jika dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Tanggapan dari Pemerintah dan TNI
Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menyatakan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk menjawab tantangan keamanan nasional yang semakin kompleks. Mereka menegaskan bahwa perluasan tugas TNI dilakukan dengan prinsip tetap menghormati supremasi sipil.
Sementara itu, Mabes TNI menyatakan siap mengikuti semua ketentuan hukum dan menghormati proses uji materi di MK. Mereka juga menegaskan bahwa TNI tetap berkomitmen menjaga profesionalisme dan netralitas.
Respons Akademisi dan Pengamat
Banyak pengamat hukum tata negara menilai bahwa gugatan ini mencerminkan kekhawatiran sah dalam masyarakat demokratis. Mereka mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan keamanan nasional dan perlindungan hak-hak sipil.
Beberapa akademisi juga mengkritik proses revisi yang dinilai minim partisipasi publik, sehingga memicu resistensi setelah revisi diundangkan.
Baca juga:Kisruh Ormas dan Calo Tanah Warnai Proyek Pabrik BYD di Subang
Agenda Sidang di Mahkamah Konstitusi
MK telah menjadwalkan sidang pendahuluan untuk seluruh gugatan ini mulai pertengahan Mei 2025. Dalam sidang pendahuluan, para pemohon akan memaparkan pokok permohonan, sementara pemerintah sebagai pihak terkait akan memberikan jawaban resminya.
Sidang ini diperkirakan akan berlangsung ketat mengingat tingginya perhatian publik terhadap isu ini. Media nasional dan internasional juga mengawasi jalannya proses di MK.
Potensi Dampak Putusan MK
Apapun keputusan yang diambil MK akan berdampak besar terhadap konfigurasi hubungan sipil-militer di Indonesia. Jika MK mengabulkan gugatan, pemerintah dan parlemen harus melakukan revisi ulang UU TNI untuk menyesuaikan dengan putusan tersebut.
Sebaliknya, jika gugatan ditolak, maka legitimasi revisi UU TNI akan semakin kuat, namun potensi kontroversi di tingkat masyarakat sipil juga bisa meningkat.
Tanggapan Masyarakat Sipil
Organisasi-organisasi masyarakat sipil terus menggalang dukungan publik untuk mengawal proses hukum di MK. Mereka mengadakan berbagai forum diskusi, seminar, hingga kampanye media sosial untuk menyuarakan pentingnya menjaga prinsip demokrasi dalam reformasi sektor keamanan.
Sebagian besar masyarakat sipil berharap MK dapat mengambil keputusan yang berlandaskan pada prinsip konstitusional dan nilai-nilai demokrasi.
Harapan terhadap Proses Hukum
Proses uji materi di Mahkamah Konstitusi diharapkan menjadi ajang pembuktian bahwa supremasi hukum tetap tegak di Indonesia. Banyak pihak menaruh harapan besar bahwa MK akan mengedepankan independensi, objektivitas, dan kepentingan publik dalam memutus perkara ini.
Keputusan MK nantinya tidak hanya akan menentukan nasib revisi UU TNI, tetapi juga menjadi penanda arah demokrasi Indonesia ke depan.
Kesimpulan
Bertambahnya jumlah gugatan terhadap revisi UU TNI di Mahkamah Konstitusi menjadi refleksi nyata bahwa perubahan hukum di sektor keamanan bukan perkara sepele. Keseimbangan antara kebutuhan keamanan nasional dan perlindungan hak-hak sipil harus tetap dijaga.
Kini, semua mata tertuju pada MK untuk melihat bagaimana lembaga ini menjalankan tugas konstitusionalnya dalam menjaga prinsip negara hukum dan demokrasi. Publik berharap, apa pun keputusan yang diambil, itu merupakan keputusan terbaik bagi masa depan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.