
Pakar Hukum Bicara Peluang Akumulasi Hukuman untuk Jan Hwa Diana
Pakar Hukum Bicara Peluang Akumulasi Hukuman untuk Jan Hwa Diana.
Kasus hukum yang menjerat Jan Hwa Diana tengah menjadi sorotan publik. Wanita yang dikenal sebagai
pengusaha ini kini harus menghadapi dua perkara pidana sekaligus, membuat posisi hukumnya semakin terjepit. Dalam perspektif hukum pidana, kondisi seperti ini menimbulkan pertanyaan: apakah hukuman terhadap Jan Hwa Diana dapat diakumulasi atau digabungkan?
Menjawab hal tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Airlangga (Unair), Dr. Dimas Arfianto
memberikan penjelasan mengenai kemungkinan akumulasi hukuman dalam kasus ganda seperti ini.
Pakar Hukum Bicara Peluang Akumulasi Hukuman untuk Jan Hwa Diana
Jan Hwa Diana diketahui terlibat dalam dua perkara pidana yang terpisah.
Perkara pertama berkaitan dengan dugaan penipuan dalam transaksi bisnis, sedangkan perkara kedua melibatkan
tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua kasus ini tengah berjalan di tingkat penyidikan dan penuntutan, dan kemungkinan akan memasuki tahap persidangan dalam waktu dekat.
Menurut keterangan aparat penegak hukum, masing-masing kasus memiliki alat bukti dan saksi yang berbeda yang memperkuat asumsi bahwa keduanya diproses secara terpisah.
Dengan demikian, Jan Hwa Diana tidak hanya menghadapi satu ancaman hukuman, melainkan dua proses hukum dengan potensi vonis pidana yang berbeda.
Pakar Hukum: Akumulasi Hukuman Bisa Diterapkan
Dr. Dimas Arfianto menjelaskan bahwa dalam sistem hukum pidana Indonesia, seseorang yang terbukti bersalah dalam lebih dari satu perkara dapat dikenakan sistem kumulasi hukuman. Hal ini diatur dalam Pasal 64 dan 65 KUHP, serta diperkuat melalui praktik peradilan di Mahkamah Agung.
“Jika dua tindak pidana itu dilakukan dalam waktu yang berbeda dan tidak dalam satu rangkaian perbuatan, maka pengadilan dapat menjatuhkan pidana secara kumulatif atau menambahkan hukuman satu dengan yang lain,” ujar Dimas.
Ia menambahkan bahwa sistem akumulasi berarti Jan Hwa Diana dapat dijatuhi pidana untuk masing-masing kasus, dan pidana tersebut dijumlahkan (akumulasi), bukan dijalankan secara bersamaan (konkuren).
Contoh Kasus Serupa di Indonesia
Dalam sejarah penegakan hukum Indonesia, akumulasi hukuman bukanlah hal baru.
Salah satu kasus paling terkenal adalah yang menjerat mantan pejabat publik dan koruptor besar, di mana terdakwa dijatuhi vonis kumulatif karena terbukti melakukan beberapa tindak pidana yang terpisah.
Contoh lain adalah kasus narkotika dan TPPU, di mana pelaku tidak hanya dijerat dengan
UU Narkotika tetapi juga dikenakan pasal pencucian uang karena menyembunyikan hasil kejahatan.
Dalam kasus seperti itu, pengadilan menjatuhkan hukuman terpisah yang kemudian dijumlahkan untuk menjadi total masa pidana.
Pertimbangan Hakim: Unsur Niat dan Pola Kejahatan
Dalam kasus Jan Hwa Diana, pengadilan nantinya akan mempertimbangkan apakah kedua perkara tersebut merupakan perbuatan yang dilakukan dalam satu rangkaian atau benar-benar berdiri sendiri.
“Jika perbuatannya menunjukkan pola kejahatan yang terorganisir, tidak menutup kemungkinan vonis akan lebih berat,” tambah Dr. Dimas.
Hakim juga akan menilai apakah terdapat unsur kesengajaan berulang atau itikad buruk dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Hal ini penting dalam memutuskan apakah hukuman bisa diringankan atau justru diperberat.
Respons Publik dan Etika Hukum
Kasus yang menimpa Jan Hwa Diana mendapat sorotan publik karena melibatkan tokoh yang sebelumnya dikenal sebagai filantropis.
Namun, fakta hukum tetap menjadi dasar penegakan keadilan. Banyak pihak, termasuk lembaga bantuan hukum, mendorong agar proses hukum tetap berjalan secara objektif dan transparan.
Dr. Dimas juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tidak tebang pilih, terutama jika menyangkut tokoh publik atau pebisnis yang memiliki pengaruh.
Baca juga:22 Pejabat Kemenkeu Dirombak Prabowo, Berikut Detailnya
Penutup
Kasus Jan Hwa Diana menjadi salah satu contoh nyata bagaimana sistem hukum Indonesia dapat menerapkan akumulasi hukuman terhadap seseorang yang terlibat dalam lebih dari satu tindak pidana.
Keputusan akhir tetap berada di tangan majelis hakim, yang akan mempertimbangkan fakta persidangan, alat bukti, dan asas keadilan.
Publik pun kini menunggu bagaimana proses hukum ini bergulir, dan apakah Jan Hwa Diana benar-benar akan menerima vonis pidana yang dijumlahkan dari dua kasus berbeda tersebut.