
Dua Terdakwa Korupsi Shelter Tsunami Divonis Sesuai Tuntutan secara resmi menjatuhkan vonis pidana terhadap dua terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan shelter tsunami yang berlokasi di Kabupaten Lombok Utara. Putusan tersebut sejalan dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang pembacaan amar putusan yang berlangsung pada hari Rabu, Ketua Majelis Hakim, Isrin Surya Kurniasih, menyatakan bahwa terdakwa pertama, Aprialely Nirmala, dijatuhi pidana penjara selama enam tahun. Selain hukuman badan, majelis hakim juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp300 juta.
Jika denda tersebut tidak dibayarkan sesuai ketentuan, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama empat bulan. Masa kurungan pengganti ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan awal jaksa yang sebelumnya meminta pidana pengganti selama enam bulan.
Dua Terdakwa Korupsi Shelter Tsunami
Aprialely diketahui menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tahun anggaran 2014 yang berada di bawah kewenangan Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Proyek tersebut merupakan bagian dari program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia.
Sementara itu, terdakwa kedua, Agus Herijanto, yang berperan sebagai kepala pelaksana proyek dari perusahaan konstruksi pelat merah PT Waskita Karya, juga menerima vonis yang sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun enam bulan kepada Agus, disertai denda sebesar Rp400 juta, dengan ketentuan pidana pengganti selama enam bulan apabila denda tidak dibayar.
Lebih jauh, hakim juga mewajibkan Agus Herijanto membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar. Apabila uang pengganti tersebut tidak dikembalikan dalam jangka waktu yang ditetapkan, maka terdakwa akan dikenai pidana penjara tambahan selama dua tahun.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Tindakan mereka telah menyebabkan bangunan shelter tsunami yang memiliki nilai kontrak sebesar Rp20,9 miliar tersebut tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang diharapkan.
Divonis Sesuai Tuntutan Jaksa
Lebih lanjut, berdasarkan hasil audit investigatif yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia, negara mengalami kerugian finansial sebesar Rp18,46 miliar akibat pelaksanaan proyek tersebut.
Angka ini mencerminkan hampir seluruh nilai dari proyek pembangunan shelter yang dikerjakan secara tidak bertanggung jawab oleh pihak-pihak terkait.
Dalam dokumen pertanggungjawaban proyek, diketahui bahwa terdapat penggunaan anggaran yang tidak didukung dengan bukti sah, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administratif maupun hukum.
Dalam hal ini, majelis hakim menemukan bahwa Aprialely Nirmala telah memberikan keuntungan secara tidak sah kepada Agus Herijanto dengan nilai mencapai Rp1,3 miliar, yang kemudian ditetapkan sebagai bagian dari uang pengganti dalam perkara ini.
Atas dasar fakta hukum yang terungkap di persidangan, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Putusan ini menegaskan komitmen lembaga peradilan dalam memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, terlebih dalam proyek-proyek strategis yang berkaitan langsung dengan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Proyek shelter tsunami semestinya menjadi fasilitas penting bagi masyarakat pesisir di kawasan rawan bencana seperti Lombok Utara, namun karena adanya praktik korupsi, hasil pembangunan menjadi tidak optimal dan tidak dapat difungsikan sesuai tujuan.
Pemerintah dan lembaga penegak hukum terus mengupayakan penindakan yang tegas terhadap segala bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk pada sektor infrastruktur dan kebencanaan. KPK, sebagai institusi independen dalam pemberantasan korupsi, menyatakan bahwa penegakan hukum akan terus dilakukan tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat.
Baca Juga : Pakar Hukum Bicara Peluang Akumulasi Hukuman untuk Jan Hwa Diana
Dengan telah dijatuhkannya putusan terhadap kedua terdakwa, perkara ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi seluruh penyelenggara negara dan pihak swasta yang terlibat dalam proyek-proyek pemerintah.
Integritas, transparansi, dan akuntabilitas mutlak diperlukan dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek, guna mencegah terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan keuangan negara dan masyarakat luas.
Sidang perkara ini ditutup dengan perintah kepada jaksa eksekutor untuk segera melaksanakan amar putusan dan melakukan penahanan terhadap para terdakwa sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu, pihak terdakwa diberikan hak sesuai prosedur hukum untuk mengajukan upaya hukum lanjutan apabila merasa keberatan terhadap putusan pengadilan.