Site icon POKOKBERITA TEMPATNYA SEMUA KEJADIAN TERKINI YANG ADA DI INTERNASIONAL

Menakar Pajak Aplikasi Digital: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi

Menakar Pajak Aplikasi Digital: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi

Menakar Pajak Aplikasi Digital: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi

Menakar Pajak Aplikasi Digital: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi

Perkembangan teknologi digital telah mengubah lanskap ekonomi global secara signifikan.

Aplikasi digital baik yang berbasis layanan, hiburan, e-commerce, maupun perangkat lunak—kini menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas masyarakat.

Namun, perkembangan pesat ini menimbulkan tantangan baru dalam sistem perpajakan, terutama terkait kejelasan regulasi dan asas keadilan ekonomi.

Di tengah upaya negara-negara termasuk Indonesia untuk mengoptimalkan penerimaan pajak

muncul pertanyaan mendasar: bagaimana menakar pajak yang adil terhadap aplikasi digital, dan sejauh mana kepastian hukumnya mampu mengakomodasi perubahan teknologi yang dinamis?


Menakar Pajak Aplikasi Digital: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi

Pengenaan pajak atas aplikasi digital bukan semata-mata upaya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menjadi bentuk adaptasi sistem perpajakan terhadap era ekonomi digital. Perusahaan digital global seperti Google, Meta, Netflix, hingga aplikasi ride-hailing dan e-commerce domestik, meraih pendapatan besar dari pengguna di Indonesia. Namun, tanpa sistem pajak yang adaptif, potensi pemasukan negara bisa tidak optimal.

Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), telah mengatur pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kebijakan ini menyasar layanan digital dari luar negeri yang menyediakan produk atau jasa kepada konsumen di dalam negeri. Pengenaan PPN 11% atas layanan seperti streaming, game digital, dan software menjadi awal langkah penyesuaian tersebut.


Tantangan dalam Implementasi

Meskipun regulasi telah diterbitkan, implementasi pajak digital menghadapi berbagai tantangan. Pertama, masalah kepastian hukum. Tidak semua pelaku usaha memahami apakah mereka masuk dalam kategori yang wajib memungut PPN PMSE atau tidak. Ketentuan teknis mengenai ambang batas omzet dan mekanisme pelaporan juga masih menyisakan ruang abu-abu bagi pelaku usaha, terutama skala kecil-menengah.

Kedua, tantangan dari sisi penegakan dan kepatuhan. Perusahaan digital asing yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia seringkali sulit dijangkau dalam hal audit dan penagihan. Pemerintah harus menjalin kerja sama internasional yang kuat agar penerapan pajak lintas negara dapat terlaksana secara efektif.

Ketiga, adanya ketimpangan perlakuan antara pelaku usaha lokal dan asing. Pelaku digital domestik mengeluhkan bahwa mereka menghadapi beban regulasi dan pajak yang lebih besar dibandingkan perusahaan asing yang beroperasi secara virtual tanpa infrastruktur fisik di Indonesia.


Keadilan Ekonomi dalam Pengenaan Pajak Digital

Isu keadilan menjadi pusat perdebatan dalam pengenaan pajak digital. Di satu sisi, negara harus memperlakukan semua pelaku usaha secara setara dalam membayar kewajiban pajak. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut untuk tidak menghambat pertumbuhan inovasi dan usaha digital melalui regulasi yang memberatkan.

Untuk menciptakan keadilan, dibutuhkan sistem pajak yang transparan, progresif, dan mempertimbangkan kemampuan usaha. Skema tarif yang adil, perlindungan bagi pelaku UMKM digital, serta insentif bagi startup yang berorientasi pada pembangunan ekonomi lokal menjadi hal krusial.


Solusi Menuju Kepastian dan Keadilan

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa langkah dapat diambil pemerintah, antara lain:

  1. Memperjelas regulasi teknis agar mudah dipahami dan diterapkan semua pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri.

  2. Mengembangkan kerja sama multilateral dalam pemajakan digital, seperti melalui inisiatif OECD untuk pajak digital global.

  3. Memperkuat sistem pelaporan dan pengawasan digital, termasuk penggunaan big data dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi potensi pajak secara otomatis.

  4. Menyusun kebijakan berbasis konsultasi publik agar suara pelaku industri digital turut mewarnai regulasi yang diterapkan.


Penutup

Menakar pajak aplikasi digital bukan sekadar menyesuaikan regulasi dengan zaman, melainkan menciptakan sistem yang adil dan berkelanjutan.

Kepastian hukum dan keadilan ekonomi harus berjalan beriringan, agar sektor digital dapat terus tumbuh tanpa melupakan kontribusi terhadap negara.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, sistem

perpajakan digital Indonesia berpotensi menjadi model yang tangguh dan adil di era ekonomi baru.

Baca juga:Bahlil Tunjuk Mantan Jaksa, Rilke Jeffri Huwae Jadi Dirjen Penegakan Hukum

Exit mobile version