
Dampak Ekonomi Perang Thailand-Kamboja ke Indonesia, Ini Kata Istana
Dampak Ekonomi Perang Thailand-Kamboja ke Indonesia, Ini Kata Istana
Konflik antara Thailand dan Kamboja yang memasuki pekan kedua semakin menarik perhatian dunia, termasuk Indonesia. Bentrokan di wilayah perbatasan kedua negara
ASEAN ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas kawasan.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan hubungan dagang erat terhadap keduanya, kini mulai mencermati dampak ekonomi yang mungkin terjadi.
Dampak Ekonomi Perang Thailand-Kamboja ke Indonesia, Ini Kata Istana
Pihak Istana melalui Juru Bicara Kepresidenan menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan konflik
tersebut secara saksama. Presiden Joko Widodo disebut telah mendapatkan laporan rutin dari Kementerian Luar Negeri
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perekonomian mengenai potensi dampak terhadap ekonomi nasional.
“Kita tentu prihatin atas konflik yang terjadi antara dua negara sahabat di ASEAN. Pemerintah Indonesia mengedepankan perdamaian dan stabilitas kawasan sebagai prioritas utama,” ujar Ari Dwipayana, Juru Bicara Presiden, dalam pernyataan pers, Minggu (28/7).
Dampak Terhadap Perdagangan Regional
Salah satu sektor yang berisiko terdampak langsung adalah perdagangan. Thailand dan Kamboja merupakan mitra dagang penting di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia sendiri mengekspor berbagai komoditas ke Thailand dan Kamboja seperti batubara, karet, serta produk pertanian.
Konflik bersenjata yang terjadi di perbatasan diprediksi dapat mengganggu jalur logistik serta menurunkan permintaan dari kedua negara.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, menyebut bahwa perang dalam durasi yang panjang bisa menghambat kelancaran arus barang dan menaikkan biaya logistik ekspor.
“Hal ini tentu berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia, apalagi jika kawasan Mekong terus dilanda instabilitas,” jelasnya.
Pengaruh Terhadap Stabilitas Rupiah
Selain sektor perdagangan, konflik Thailand-Kamboja juga dapat memberikan efek psikologis terhadap nilai tukar rupiah.
Ketegangan geopolitik biasanya meningkatkan ketidakpastian pasar, yang bisa memicu pelarian modal dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun demikian, Bank Indonesia menyebutkan bahwa kondisi fundamental Indonesia tetap kuat, dan langkah stabilisasi akan terus dilakukan.
BI akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar jika diperlukan,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Investasi Asing Bisa Tertahan
Di tengah situasi global yang tidak menentu, perang regional berpotensi membuat investor asing bersikap lebih berhati-hati. Ini bisa berdampak terhadap aliran modal masuk ke Indonesia.
Para pelaku usaha dan investor akan mencermati bagaimana Indonesia menanggapi krisis ini dan apakah stabilitas dalam negeri tetap terjaga.
Pengusaha nasional juga meminta pemerintah mempercepat stimulus dan kebijakan penguatan ekonomi domestik untuk menjaga daya beli dan iklim usaha tetap kondusif.
Hal ini penting untuk mempertahankan kepercayaan investor serta mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi di semester kedua 2025.
Indonesia Dorong Diplomasi ASEAN
Sebagai negara besar di Asia Tenggara, Indonesia disebutkan tengah menjalin komunikasi intensif dengan kedua negara yang berkonflik melalui jalur diplomatik ASEAN.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menghubungi perwakilan Thailand dan Kamboja untuk mendorong gencatan senjata dan membuka ruang dialog damai.
“Indonesia percaya bahwa krisis ini harus diselesaikan secara damai dan melalui mekanisme ASEAN. Kekerasan tidak akan membawa solusi jangka panjang,” ujar Menlu Retno.
Kesimpulan: Waspada tapi Tetap Optimistis
Meskipun dampak ekonomi perang Thailand-Kamboja belum terasa secara langsung, pemerintah Indonesia tetap waspada dan menyiapkan langkah antisipatif.
Koordinasi lintas kementerian dilakukan untuk meminimalkan risiko dan menjaga ketahanan ekonomi nasional. Publik diimbau tetap tenang dan percaya bahwa Indonesia akan tetap stabil di tengah tantangan kawasan.
Baca juga:Berburu Rumah di Penyangga IKN, Harga Mulai Rp 129 Juta