
Kuasa Hukum Klaim Bank yang Dekati Sritex untuk Berikan Kredit: Bukan Kami yang Approach
Kasus yang melibatkan perusahaan tekstil ternama, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), kembali menjadi sorotan publik
setelah pernyataan mengejutkan dari pihak kuasa hukum perusahaan. Dalam konferensi pers yang digelar baru-baru ini
kuasa hukum Sritex menegaskan bahwa pihak bank-lah yang lebih dulu mendekati perusahaan untuk menawarkan fasilitas kredit, bukan sebaliknya.
Pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan opini publik yang terlanjur berkembang, seolah-olah Sritex secara aktif mengajukan permohonan kredit ke berbagai lembaga keuangan.
Pernyataan tersebut disampaikan sebagai bagian dari tanggapan atas gugatan perdata yang saat ini sedang dalam proses
di pengadilan niaga, menyusul situasi keuangan perusahaan yang belakangan tengah menjadi perhatian. Kuasa hukum
Sritex menyebut bahwa pendekatan dari pihak bank terhadap kliennya merupakan bagian dari strategi perbankan dalam memperluas portofolio penyaluran kredit korporasi.

Klarifikasi dari Pihak Sritex
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum menyampaikan bahwa penting bagi publik dan pihak-pihak terkait untuk memahami
konteks sebenarnya dari relasi antara Sritex dan bank-bank kreditur. Ia menyebut bahwa banyak dari
lembaga keuangan tersebut justru datang terlebih dahulu dengan menawarkan berbagai produk pinjaman dan pembiayaan.
“Kami ingin menegaskan bahwa dalam banyak kasus, pihak perbankanlah yang melakukan pendekatan aktif kepada klien kami.
Mereka menawarkan fasilitas kredit sebagai bagian dari strategi bisnis mereka sendiri. Jadi sangat keliru apabila kini muncul
narasi seolah-olah Sritex-lah yang meminta atau mengemis pembiayaan,” ujar kuasa hukum yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, dalam proses bisnis yang sehat, pendekatan seperti ini lazim dilakukan oleh perbankan yang melihat
potensi usaha jangka panjang dari perusahaan seperti Sritex. Ia menambahkan bahwa seluruh proses penyaluran kredit
telah mengikuti prosedur yang berlaku dan melalui analisis kelayakan usaha yang ketat dari pihak pemberi pinjaman.
Posisi Hukum dan Perselisihan
Pernyataan tersebut muncul di tengah gugatan hukum yang diajukan oleh salah satu bank terhadap Sritex terkait tunggakan pembayaran pinjaman.
Dalam berkas gugatan, bank penggugat menyatakan bahwa perusahaan gagal memenuhi kewajiban pembayaran cicilan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Namun, pihak Sritex melalui kuasa hukumnya membantah sebagian besar tuduhan tersebut dan menyatakan
bahwa perusahaan tetap beritikad baik untuk menyelesaikan kewajiban keuangan, bahkan di tengah tekanan ekonomi global dan gejolak industri tekstil yang terdampak pandemi serta fluktuasi harga bahan baku.
“Kami tidak lari dari tanggung jawab. Namun kami juga meminta agar semua pihak melihat masalah ini secara objektif, termasuk fakta bahwa kondisi industri manufaktur secara global sedang menghadapi tantangan berat,” ungkap kuasa hukum.
Ia juga mengingatkan bahwa proses negosiasi restrukturisasi utang masih berlangsung dengan beberapa kreditur
dan perusahaan membuka ruang dialog untuk mencari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
Perspektif Industri dan Ekonomi
Pakar ekonomi dan analis sektor tekstil menyebut bahwa kasus Sritex mencerminkan tekanan sistemik yang saat ini dirasakan banyak perusahaan besar di sektor padat karya. Tingginya biaya produksi, naiknya harga energi, ketidakpastian geopolitik global, serta melemahnya permintaan ekspor menjadi kombinasi tantangan yang kompleks.
“Dalam kondisi seperti ini, tidak aneh apabila perusahaan membutuhkan dukungan likuiditas. Namun penting juga bagi perbankan untuk berhati-hati dan memastikan bahwa proses pemberian kredit dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian,” ujar Dr. Rahmat Darmawan, ekonom dari Universitas Indonesia.
Ia menilai bahwa relasi antara bank dan debitur korporasi sering kali bersifat simbiosis mutualisme, di mana kedua pihak saling membutuhkan. Oleh sebab itu, proses klarifikasi dari kuasa hukum Sritex seharusnya dipahami sebagai bagian dari komunikasi strategis dalam menjaga reputasi dan kepercayaan pasar.
Reaksi Otoritas dan Masyarakat
Menanggapi pernyataan kuasa hukum Sritex, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa mereka terus memantau
dinamika antara perbankan dan debitur korporasi besar, termasuk dalam hal pengelolaan risiko kredit bermasalah.
Pihak OJK mengimbau agar seluruh proses hukum dilakukan secara transparan dan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Setiap sengketa yang melibatkan lembaga keuangan dan nasabahnya harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang sah.
Kami mengapresiasi setiap upaya penyelesaian secara musyawarah yang mengedepankan kepentingan bersama,” ujar perwakilan OJK.
Sementara itu, masyarakat dan kalangan investor terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan seksama.
Stabilitas industri tekstil dan kesehatan sektor perbankan dipandang sebagai dua elemen penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga:Penyelesaian Sengketa Pulau Aceh Di Sumut Tupoksi Kemendagri
Penutup
Pernyataan kuasa hukum Sritex bahwa pihak bank lebih dulu melakukan pendekatan dalam menawarkan
kredit menjadi babak baru dalam dinamika relasi antara debitur dan kreditur di sektor keuangan Terlepas dari polemik yang
terjadi, penyelesaian secara transparan dan adil menjadi harapan semua pihak agar kepercayaan terhadap sistem keuangan tetap terjaga.
Ke depan, penting bagi dunia usaha dan lembaga keuangan untuk membangun komunikasi yang sehat, memperkuat
transparansi, serta menjadikan prinsip tanggung jawab bersama sebagai fondasi utama dalam setiap kemitraan bisnis.