
Izinkan Ekspor Beras Prabowo: Jangan Terlalu Cari Untung Besar
Presiden Terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pernyataan penting terkait kebijakan ekspor beras nasional. Dalam pidatonya baru-baru ini, Prabowo secara resmi menyatakan dukungan atas kebijakan ekspor beras, namun dengan catatan moral yang kuat: ekspor harus dijalankan dengan prinsip keadilan, dan tidak boleh semata-mata untuk mengejar keuntungan besar.
Pernyataan ini datang di tengah naik turunnya harga beras di pasar dalam negeri, serta meningkatnya permintaan beras dari luar negeri karena gangguan iklim global yang memengaruhi produksi pangan di banyak negara. Langkah Prabowo menjadi sinyal penting bahwa Indonesia mulai percaya diri dengan kapasitas produksi berasnya, namun tetap menjaga prinsip keseimbangan antara kepentingan petani, konsumen domestik, dan mitra dagang internasional.

Latar Belakang: Produksi dan Stok Beras Meningkat
Sejak awal 2024, Kementerian Pertanian melaporkan peningkatan signifikan dalam produksi beras nasional. Ini disebabkan oleh cuaca yang relatif bersahabat, peningkatan teknologi pertanian, dan perluasan lahan sawah produktif. Perum Bulog pun menyatakan bahwa stok beras nasional dalam posisi aman, bahkan melampaui batas cadangan nasional.
Dengan kondisi tersebut, muncul peluang untuk kembali membuka keran ekspor beras ke sejumlah negara tetangga seperti Filipina, Timor Leste, dan beberapa negara Afrika yang tengah mengalami krisis pangan.
Namun, Prabowo menegaskan bahwa ekspor bukanlah bentuk euforia produksi, melainkan harus dilihat sebagai bagian dari strategi kebijakan pangan nasional yang lebih luas dan bijak.
Pernyataan Tegas Prabowo
Dalam pertemuan dengan asosiasi petani dan pengusaha pangan, Prabowo menyampaikan:
“Kita boleh ekspor, karena kita punya cadangan. Tapi jangan terlalu mencari untung besar. Jangan sampai rakyat sendiri kekurangan. Kita harus adil. Yang penting cukup untuk rakyat dulu.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa ekspor beras tidak boleh mengorbankan kebutuhan dalam negeri, apalagi menyebabkan lonjakan harga yang akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah.
Ia juga meminta agar ekspor dilakukan secara selektif dan transparan, serta melibatkan BUMN pangan sebagai pengawas agar tidak terjadi spekulasi dan penimbunan oleh pihak tertentu.
Baca juga:HUT ke-56 Tahun, Bank Mega Gelar Promo Belanja Serba Rp20 Ribu
Ekspor Sebagai Strategi Ketahanan Pangan
Meski terkesan kontradiktif, membuka ekspor beras sebenarnya dapat menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam membangun ketahanan pangan nasional. Beberapa manfaat ekspor antara lain:
-
Menjaga harga di tingkat petani agar tetap stabil dan menguntungkan
-
Meningkatkan daya saing beras Indonesia di pasar global
-
Menciptakan pasar baru untuk diversifikasi produksi pangan nasional
-
Menjaga agar cadangan tidak menumpuk dan menjadi limbah
Namun demikian, menurut Prabowo, strategi ini harus dijalankan dengan prinsip “rakyat sebagai prioritas utama”.
Respons dari Sektor Pertanian
Para pelaku sektor pertanian menyambut baik sikap pemerintah ini. Ketua Kelompok Tani Nasional, Harno Wijaya, menyebut bahwa selama ini banyak petani yang mengalami kerugian akibat harga beras yang terlalu ditekan saat panen raya. Dengan adanya ekspor, harga gabah petani bisa meningkat.
“Kami senang kalau ada ekspor. Tapi kami juga setuju dengan arahan Pak Prabowo bahwa ekspor harus adil. Kalau ekspor, pemerintah juga harus jaga harga beras di dalam negeri,” kata Harno.
Sementara itu, asosiasi eksportir pangan meminta agar pemerintah segera menetapkan regulasi teknis ekspor yang jelas, terbuka, dan berpihak pada pelaku usaha kecil agar tidak hanya dimonopoli oleh konglomerasi.
Pengawasan dan Regulasi Ekspor
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Badan Pangan Nasional menyatakan bahwa dalam waktu dekat akan dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tata niaga ekspor beras, dengan poin-poin utama:
-
Ekspor hanya boleh dilakukan ketika cadangan nasional melebihi batas aman (di atas 2 juta ton)
-
Prioritas ekspor pada jenis beras premium dan beras khusus (organik, rendah gula)
-
Harga dalam negeri tetap dijaga melalui intervensi Bulog
-
Setiap eksportir wajib menyisihkan sebagian hasil ekspor untuk cadangan pangan bencana
-
Pengawasan ketat dari otoritas pangan dan bea cukai
Regulasi ini dimaksudkan untuk mencegah ekspor berlebihan yang berisiko pada ketersediaan pangan nasional dan stabilitas harga.
Ancaman dan Tantangan: Cuaca Ekstrem dan Geopolitik
Meski saat ini produksi beras surplus, banyak pengamat mengingatkan bahwa Indonesia tetap menghadapi risiko jangka panjang yang bisa mengganggu pasokan pangan, seperti:
-
Perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen di masa depan
-
Konflik geopolitik dan ketegangan perdagangan global
-
Kenaikan harga pupuk dan biaya produksi
-
Alih fungsi lahan pertanian menjadi properti atau industri
Oleh karena itu, kebijakan ekspor tidak boleh menjadi ajang “jual habis cadangan,” melainkan harus disertai
strategi peningkatan produksi berkelanjutan dan diversifikasi pangan.
Tanggapan Ekonom dan Pengamat Pangan
Ekonom dari INDEF, Enny Sri Hartati, menilai bahwa langkah Prabowo cukup strategis dan realistis.
Ia mengatakan bahwa ekspor memang penting untuk menjaga nilai tukar petani, namun pengendalian harga dan keterjangkauan tetap menjadi indikator utama keberhasilan kebijakan pangan.
“Jangan sampai kebijakan ekspor hanya menguntungkan pengusaha besar. Pemerintah harus pastikan bahwa petani kecil dan konsumen tidak jadi korban,” katanya.
Sementara itu, pakar pertanian dari IPB University menyarankan agar ekspor dikaitkan dengan program “beras berkeadilan”, yakni sistem yang memastikan rantai pasok dari petani ke pasar ekspor berlangsung transparan dan melibatkan koperasi tani secara langsung.
Penutup: Keseimbangan sebagai Kunci
Kebijakan membuka kembali ekspor beras di masa pemerintahan Prabowo adalah langkah berani namun menantang. Di satu sisi, ia membuka peluang ekonomi dan pengakuan terhadap kualitas beras Indonesia di pasar global. Namun di sisi lain, ia mengandung risiko besar jika tidak diatur dengan cermat.
Prabowo telah memberikan arah yang jelas: prioritaskan rakyat, jangan serakah, dan jaga keadilan. Inilah pesan moral yang harus menjadi fondasi dalam setiap kebijakan pangan ke depan.
Karena pada akhirnya, kekuatan pangan bukan hanya tentang angka produksi, tetapi tentang keadilan distribusi dan keberlanjutan pasokan untuk seluruh rakyat Indonesia.